LABUAN BAJO, NTT PEMBARUAN.com- Langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggaraii Barat terkait pemotongan gaji Tenaga Kontrak Daerah (TKD) terlalu ambisius, di tengah lesunya sektor ekonomi real dan jasa akibat pandemi. Kebijakan pengurangan gaji ini tidak sejalan dengan apa yang sejak awal disampaikan oleh pemerintah itu sendiri soal evaluasi dan verifikasi.
Hal itu disampaikan oleh Petrus D. Ruman SH, salah satu lawyer asal Manggarai Barat sekaligus anggota partai PDI Perjuangan, melalui keterangan tertulisnya kepada media ini, Selasa (3/8/2021).
“Wacana awalkan soal TKD ini adalah dengan kebiijakan merumahkan, sebagai akibat dari tidak tercapainya PAD Tahun 2021 dengan target 270 M. Kemudian saat itu, saya memberikan kritik dari perspektif hukum, bahwa terminologi merumahkan itu tidak ada dalam payung hukum yang mengatur Aparatur Sipil Negara (ASN), sebagaimana terakhir dirubah dalam UU Nomor : 5 Tahun 2015 tentang ASN. Kemudian sekarang implementasinya berubah dengan kebijakan memotong gaji TKD,” ungkapnya.
Ia mengatakan, pemerintah saat itu menjelaskan soal pembentukan team untuk mengevaluasi dan verifikasi kebutuhan TKD di semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ada. Menurutnya, kebijakan pengurangan gaji ini tidak sejalan.
“Saat itu, Pemkab Mabar menjelaskan soal pembentukan team untuk mengevaluasi dan verifikasi kebutuhan TKD di semua OPD yang ada. Kebijakan pengurangan gaji ini tidak sejalan dengan apa yang sejak awal disampaikan oleh pemerintah itu sendiri soal evaluasi dan verifikasi. Artinya apa? Saya tidak yakin bahwa kebijakan ini sebagai hasil evaluasi sebagaimana yang disebutkan karena tidak nyambung,” tandas Petrus.
Soal alasan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, bahwa pemotongan gaji TKD itu untuk kepentingan efisiensi anggaran, menurut politisi PDI-P ini, alasan itu sama seperti gatal di kepala garuk di kaki.
“Kalau kita melihat lebih jauh soal defisit PAD ini, pertanyaannya adalah siapa yang bertanggung jawab dengan defisit PAD ini ? Bahwa target PAD Tahun 2021 ini terlalu ambisius, di tengah lesunya sektor ekonomi real dan jasa akibat pademi. Tahun 2020 target PAD ditetapkan pada angka 98 M , kemudiam Tahun 2021 ditetapkan menjadi 270 M. Dan’ kita mengetahui bahwa Tahun 2021 ini target PAD baru mencapai 70 M. Alasan pemotongan gaji TKD karena alasan anggaran ini sama seperti gatal di kepala garuk di kaki. PAD tidak tercapai, anggaran gaji TKD di potong. apakah karena TKD penyebab tidak tercapainya PAD? Tentu jawabannya tidak,” cetusnya.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan apakah post-post lain juga mengalami perubahan, seperti anggaran pokir anggota dewan yang jumlahnya sangat besar kemudian eksekutif secara keseluruhan.
“Dari sisi kebijakan yang berkeadilan, apakah post -post pengeluaran lainnya juga mengalami perubahan? Misalnya, anggaran pokir anggota dewan yang jumlahnya sangat besar itu, gaji anggota dewan dan eksekutif secara keseluruhan? Saya tidak yakin anggaran untuk anggota dewan itu terkoreksi juga, makanya mereka diam saja, demikian dengan yang lainnya. Saya bisa memahami apabila semua post anggaran belanja pegawai termasuk untuk dewan itu terkoreksi akibat defisit ini. Tapi jika hanya TKD saja yang terkoreksi pengurangan, dimana keadilannya? Berapa pendapatan TKD? Bukankah pegawai TKD ini tergolong berpendapatan kecil jika dibandingkan dengan yang saya sebutkan di atas?,” tanya Piter lagi.
Dari uraian di atas, ia menyimpulkan dalam satu kalimat utuh bahwa inilah contoh kebijakan yang dibuat sambil linglung karena bingung akibat benang kusut di semua sudut. Ia berharap, kebijakan ini dipertimbangkan lagi, atau sekurang kurangnya berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Jangan berat TKD yang pikul, yang ringan dijinjing oleh yang lainnya. (fon/*)